Pemerintah Pastikan Reformasi Bansos Berbasis DTSEN Guna Pastikan Tepat Sasaran

oleh -1 Dilihat
banner 468x60

Oleh: Karina Wulan)*

Pemerintah telah menempuh langkah strategis dengan mengimplementasikan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai basis utama penyaluran Bansos (Bantuan Sosial). Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 menandai transisi dari sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) lama ke DTSEN, dengan tujuan utama memperbaiki akurasi sasaran dan mencegah penyalahgunaan anggaran sosial. Langkah ini sangat krusial di tengah tantangan ekonomi global dan tekanan inflasi.

banner 336x280

Membantu masyarakat rentan sekaligus menjaga stabilitas ekonomi negara menjadi dua hal penting yang saling bersinergi. Menurut Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan program lainnya akan terus disalurkan sepanjang 2025, bahkan Presiden Prabowo sudah menyebut jika dibutuhkan anggaran bantuan sosial akan ditambah. Hal ini membuktikan keseriusan pemerintah dalam menyalurkan bansos ini

Beberapa keunggulan dapat dirasakan dalam kebijakan bansos yang berbasis DTSEN, seperti akurasi data sehingga adanya pengurangan salah sasaran ini dapat dikurangi karena dengan integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) ke dalam DTSEN, data penerima manfaat diperbarui secara berkala dan diverifikasi oleh berbagai lembaga termasuk Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Proses ground checking berhasil mendeteksi inclusion dan exclusion error, dengan hasil dari 20,3 juta KK penerima manfaat pada triwulan II‑2025, 16,5 juta telah diverifikasi, dan 14,3 juta benar berada pada desil 1–4. Hal ini jelas mendukung prinsip bantuan sosial hanya yang benar‑benar membutuhkan yang menerima manfaat.

Dekan Fakutas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Teguh Dartono mengatakan bahwa bansos adalah kebijakan mutlak yang harus disediakan negara. Ia bahkan mendorong agar pemerintah menambah alokasi anggaran bansos, asalkan disertai strategi distribusi dan rancangan pengentasan kemiskinan yang struktural.

Secara substansial, pengurangan penerima tidak layak sebesar sekitar 1,8 juta keluarga mencerminkan efisiensi dan keadilan dalam distribusi bansos. Selain itu dengan mekanisme yang transparan dan pengawasan yang tepat mempermudah melihat jika ada kecurangan, karena adanya integrasi lintas lembaga yang berarti data disinkronkan antara Kementerian Sosial (Kemensos), BPS, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ini memastikan basis data lebih akurat.

Distribusi juga dilakukan dengan penerima secara langsung yakni transfer melalui rekening bank, kantor pos, atau kartu elektronik untuk PKH dan BPNT, mengurangi perantara dan meningkatkan transparansi, selanjutnya pengaduan publik mudah diakses yakni melalui Aplikasi “Cek Bansos”, hotline, dan posko di daerah. Dengan ini memberikan kesempatan masyarakat menyampaikan koreksi data, serta keterlibatan pihak-pihak independen seperti LSM, akademisi, media ikut mengawasi implementasi bansos sehingga penyelewengan diminimalkan. Sanksi tegas juga telah disiapkan terhadap pihak yang melakukan penyimpangan, termasuk oknum penerima yang memberikan data palsu dan pejabat yang memanipulasi distribusi.

Dengan adanya bansos ini juga dapat menjadi stimulus ekonomi yang terarah karena insentif transportasi dan tol meningkatkan mobilitas masyarakat, mendukung aktivitas ekonomi lokal dan sektor pariwisata yang meningkat hingga 23% pada April 2025 dibandingkan tahun lalu. Di sisi lain bansos menjaga daya beli keluarga miskin secara langsung karena penyaluran bansos triwulan II‑2025 dilakukan bersamaan dengan paket stimulus ekonomi senilai sekitar Rp24,44 trilun, mencakup tambahan bansos, diskon transportasi, subsidi upah, hingga bantuan beras gratis sebanyak 20 kg selama dua bulan untuk 18,3 juta penerima kartu sembako. Namun hal ini dapat memperkuat perlindungan sosial bagi golongan rentan, karena kehadiran bansos sangat signifikan dalam menjaga stabilitas sosial-ekonomi, terutama bagi kelompok tidak mampu.

Selain itu, dengan adanya bansos dapat mendorong kemandirian ekonomi jangka panjang, karena program bansos ini bukan hanya sekadar transfer tunai. Misalnya melalui Program Keluarga Harapan (PKH), penerima mendapatkan pelatihan usaha dalam program Pahlawan Ekonomi Nusantara (Pena), yang bekerja sama dengan BI dan Kemensos. Banyak yang kemudian berhasil keluar dari ketergantungan bansos dan mulai berwirausaha mandiri, hal ini menunjukkan bahwa bansos bukan sekadar konsumsi, tetapi mendorong pemberdayaan ekonomi secara nyata.

Di sisi lain pemerintah tangguh menghadapi tantangan efisiensi karena tidak sedikit kritik mengenai pemangkasan anggaran dalam berbagai sektor demi membiayai bansos. Namun, pendekatan efisiensi yang digunakan seperti pengurangan anggaran rapat, perjalanan dinas, atau fasilitas mewah pejabat justru membuktikan stabilitas anggaran digunakan untuk manfaat sosial nyata, bukan semata hal-hal administratif mewah. Ini menandakan bahwa prioritas kebijakan sosial berbasis data dan efisiensi memang diarahkan untuk memperkuat perlindungan publik.

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Arief Anshory Yusuf, menyatakan bahwa bansos bukan sekadar biaya, melainkan investasi untuk pertumbuhan ekonomi inklusif. Pihaknya menambahkan bahwa bansos merupakan Investasi supaya kita mendapatkan future growth atau bahkan growth sekaligus. Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah dalam implementasi bansos berbasis DTSEN. Namun pemerintah telah menanggapi dengan pendekatan multifase yakni dengan memutakhirkan DTSEN setiap tiga bulan, membuka mekanisme partisipatif di aplikasi “Cek Bansos”; melibatkan pemeriksaan faktual (ground-checking) melalui BPS, Pemda, dan BPKP; serta mengajak partisipasi masyarakat laporan langsung bila data tidak sesuai. Jika ini semua dilaksanakan secara konsisten, tantangan ini dapat diatasi secara sistemik.

Kebijakan bansos 2025 yang berbasis DTSEN merupakan tonggak penting dalam reformasi perlindungan sosial di Indonesia. Dengan basis data yang akurat, mekanisme distribusi transparan, dan pengawasan yang ketat, pemerintah memberikan jawaban atas kritik sistem bansos sebelumnya yang rawan kesalahan sasaran maupun penyimpangan.

Kebijakan ini tidak hanya memperkuat solidaritas sosial, tetapi juga menjadi instrumen untuk memulihkan ekonomi nasional melalui stimulus terintegrasi. Dengan program pemberdayaan ekonomi seperti Pena, bansos juga membuka jalan bagi keluarga penerima untuk menjadi mandiri dalam jangka panjang. Oleh karena itu, mendukung kebijakan bansos pemerintah saat ini adalah pilihan yang logis sebagai bagian dari strategi perlindungan sosial yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan dalam membangun Indonesia Emas. Dengan sinergi antara data yang valid, transparansi, dan partisipasi masyarakat, bansos dapat menjadi fondasi kuat bagi kesejahteraan bersama.

)*Penulis Merupakan Pengamat Kebijakan Publik

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *