Jakarta – Dalam situasi demonstrasi yang semakin memanas di berbagai kota besar Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama sejumlah akademisi menyerukan agar generasi muda tidak terjebak dalam aksi anarkis yang hanya merugikan masyarakat luas. Seruan ini datang dalam momentum penting untuk menjaga kestabilan nasional.
Pengamat Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menekankan pentingnya menjaga marwah demokrasi tanpa kekerasan.
“Demokrasi harus tanpa tindakan anarkis dari siapapun. Aspirasi dan kritik tetap sah, tapi tidak boleh dilakukan dengan cara yang merusak tatanan masyarakat,” ujar Aditya.
Senada, Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, mengingatkan bahwa menyampaikan pendapat merupakan hak konstitusional, namun tidak boleh mengorbankan persatuan bangsa.
“Penyampaian pendapat tidak boleh anarki dan tetap harus menjaga persatuan. Jangan sampai ada pihak yang menggunakan momen ini untuk memecah belah umat dan bangsa,” tegas Marsudi.
Sementara itu, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Dewan Pimpinan MUI, Masduki Baidlowi, menyoroti dampak kerusuhan terhadap masyarakat kecil.
“Demo adalah hak warga negara, tetapi ketika sudah menimbulkan kerusakan, keresahan, dan kesulitan bagi publik… kita juga mengimbau supaya para pendemo pulang ke rumah masing-masing, untuk menjaga ketenangan bersama,” ujarnya kepada awak media.
Masduki juga mengingatkan aparat agar tetap menahan diri. “Kami mengimbau kepada aparat agar tetap persuasif, meningkatkan kesabaran, dan tidak mudah terprovokasi,” tambahnya.
Kondisi demonstrasi terkini menunjukkan skala kekhawatiran yang serius. Kerusuhan yang pecah sejak 25 Agustus 2025 telah menyebar ke 32 provinsi, dipicu oleh tunjangan perumahan anggota DPR sebesar Rp 50 juta per bulan—sepuluh kali lipat dari UMP Jakarta.
Aksi ini memicu kemarahan setelah seorang pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan, tewas akibat tertabrak mobil taktis polisi. Sejumlah laporan menyebut terjadi pembakaran gedung DPRD di Makassar, penjarahan rumah pejabat, termasuk kediaman Menteri Keuangan, serta jatuhnya korban jiwa dan hilangnya sejumlah orang.
Pemerintah bergerak cepat dengan membatalkan proposal tunjangan, mencabut hak bepergian anggota legislatif ke luar negeri, serta memerintahkan investigasi terkait kasus tewasnya Affan.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kritik harus diterima, namun penyampaiannya juga harus secara santun.
“Protes damai adalah hak rakyat, tapi kerusuhan dan tindakan destruktif tidak bisa dibenarkan karena mengancam stabilitas nasional,” imbuh Presiden.
Dengan kondisi yang berkembang, seruan MUI dan para akademisi menjadi pengingat bijak bagi generasi muda agar menyalurkan semangat perubahan secara konstruktif, bukan dengan tindakan destruktif. Gelombang demonstrasi yang terjadi saat ini hendaknya dipahami bukan sekadar sebagai kerusuhan, melainkan sebagai ujian kedewasaan demokrasi dan ketahanan bangsa dalam menjaga persatuan.
Pemerintah telah menunjukkan respons cepat dan bertanggung jawab dengan membatalkan kebijakan kontroversial, menindak aparat yang bersalah, serta membuka ruang dialog. Dukungan dari tokoh agama dan akademisi memperkuat posisi pemerintah sebagai pelindung stabilitas dan penggerak reformasi.
Mari generasi muda gunakan momentum kritik sebagai energi positif, demi kebijakan yang lebih adil, pemerintah yang semakin responsif, serta bangsa yang stabil dan sejahtera.
(*/rls)