Oleh: Rahman Prawira)*
Perumahan layak dan terjangkau merupakan salah satu kebutuhan paling pokok bagi masyarakat. Keberhasilan mewujudkannya secara masif melalui Program Rumah Subsidi menjadi salah satu tonggak prestisius pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam beberapa pekan terakhir, kolaborasi antar instansi negara menduduki peran sentral dalam mempercepat implementasi program ini baik dari sektor pembiayaan, pembangunan, hingga distribusi.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menekankan pentingnya sinergi dengan lembaga keuangan untuk mempercepat realisasi rumah subsidi. Adanya dukungan dari Bank Indonesia (BI) adalah bentuk dari sinergi lembaga keuangan dalam program rumah subsidi Presiden Prabowo. Hingga saat ini pembangunan rumah subsidi masih menunjukkan tren positif sehingga program 3 juta rumah ini perlu melibatkan berbagai pihak dan bersinergi termasuk dengan BI.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan bahwa BI mendukung program perumahan termasuk perumahan rakyat melalui dua hal. Pertama, pemberian insentif likuiditas kepada perbankan yang menyalurkan kredit. Yang kedua, BI juga mendanai dan melakukan sharing untuk program khusus perumahan rakyat.
Wujud konkret kolaborasi ini adalah dukungan finansial dari BI berupa insentif likuiditas senilai Rp 80 triliun melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), yang sudah disalurkan perbankan untuk sektor perumahan rakyat. Selain itu, BI juga telah berkontribusi melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 155 triliun, sekitar Rp 45 triliun di antaranya difokuskan untuk perumahan rakyat. Langkah ini mencerminkan komitmen BI dalam mendorong pertumbuhan sektor perumahan yang inklusif dan berdampak luas.
Langkah strategis lainnya dijalankan melalui kerja sama dengan perbankan nasional. Dalam acara penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI), untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemerintah menetapkan kuota rumah subsidi tahun ini sebanyak 350.000 unit, serta mendorong BRI memperluas penyaluran sebagai bank utama penyalur KPR Subsidi (KPRS). Dengan MoU ini, diharapkan realisasi rumah subsidi dapat lebih cepat, lancar, dan menjangkau lebih banyak masyarakat.
Selain itu, Direktur Utama BRI, Hery Gunardi, telah menyalurkan lebih dari 101.000 unit KPRS hingga Juni 2025. Penyaluran itu dilakukan dengan outstanding pembiayaan hampir Rp 14 triliun dan 97% diantaranya melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). BRI juga telah melampaui target Juli dengan penyaluran sebesar 105,88 persen dari kuota 17.700 unit.
Selain dengan lembaga keuangan kolaborasi ini juga berlangsung lintas kementerian. Rumah subsidi akan hadir di seluruh penjuru negeri sebagai wujud keadilan sosial. Dukungan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sangat konkret melalui Nota Kesepahaman antara Kemendagri dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Melalui perjanjian tersebut, Kemendagri menyediakan kuota khusus 2.000 rumah subsidi bagi pegawai negeri, memfasilitasi pendaftaran 1.190 pegawainya dalam program KPR FLPP, dan mempercepat proses administratif seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) demi memperlancar akses perumahan layak bagi ASN.
Dalam acara penyerahan kunci rumah subsidi yang diberikan secara simbolis kepada pegawai Kemendagri, Maruar mengatakan bahwa angsuran KPR FLPP bagi pegawai hanya sebesar Rp 1,7 juta per bulan, lebih ringan dibandingkan ongkos sewa sekitar Rp 2–3 juta per bulan. Pihaknya juga memuji Kemendagri yang mendukung program pro rakyat. Karena dukungan yang dilakukan Kemendagri dalam proses ini dilaksanakan dengan cepat serta penuh pengawasan.
Langkah kolaboratif tidak terbatas pada lembaga pemerintahan saja. Kementerian PKP, juga menjalin kemitraan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Penandatanganan MoU antara Kementerian PKP dan MUI serta pemberian kunci simbolis untuk guru ngaji dan aktivis Islam menunjukkan perhatian pemerintah terhadap kelompok sosial yang selama ini jarang tersentuh program perumahan. Selain itu, dengan dukungan pembiayaan syariah melalui Bank Tabungan Negara (BTN) dan BP Tapera, ditargetkan sebanyak 5.000 unit rumah subsidi dapat segera disalurkan kepada kalangan dai, guru ngaji, dan aktivis Islam dalam tahun 2025.
Kolaborasi yang telah dilakukan antar instansi mulai dari Bank Indonesia, perbankan nasional, Kementerian Dalam Negeri, hingga lembaga keagamaan Majelis Ulama Indonesia telah membentuk ekosistem yang semakin solid. Integrasi dukungan pendanaan, perluasan kuota, penyederhanaan birokrasi, hingga penyediaan data dan distribusi sosial menjadi kunci mempercepat pencapaian target rumah subsidi. Pemerintah telah membuktikan bahwa kebijakan ini sangat pro rakyat, inklusif, dan terstruktur.
Masyarakat perlu merespons semangat ini dengan antusiasme. Hal ini merupakan hal positif bagi masyarakat yang belum memiliki rumah dengan manfaatkan kesempatan ini melalui skema KPR FLPP. Pemerintah mendapatkan apresiasi atas langkah-langkah konkret dalam mendukung percepatan penyediaan hunian layak. Arahnya yang jelas mencerminkan perhatian terhadap peningkatan akses perumahan. Sinergi antara Kementerian PKP, Bank Indonesia, dan BRI menunjukkan adanya koordinasi dalam menyediakan dukungan finansial.
Kemendagri juga memudahkan proses melalui penyederhanaan regulasi, sementara keterlibatan tokoh-tokoh keagamaan mencerminkan dimensi sosial yang diperhatikan. Lewat kolaborasi ini, pemerintah menegaskan komitmen untuk menjangkau hunian layak hingga pelosok negeri, sambil memastikan kebijakan menyentuh kebutuhan langsung masyarakat. Seluruh langkah ini menjadi bukti nyata bahwa kebijakan pro rakyat berkembang ke seluruh lapisan sosial melalui program Rumah Subsidi dalam menghadapi tantangan backlog perumahan nasional.
*)Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Pemerintah
[edRW]