Jakarta – Pemerintah secara konsisten menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik korupsi yang merugikan negara dan menghambat kemajuan pembangunan. Pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI terus memperkuat koordinasi dalam menangani kasus-kasus korupsi, baik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor publik dan swasta. Reformasi birokrasi juga menjadi fokus penting dengan mendorong transparansi pengelolaan anggaran, digitalisasi layanan publik, serta penerapan sistem pengawasan yang lebih ketat.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi pembagian kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Penyidik KPK menggeledah kantor sebuah pihak travel pada 14 Agustus 2025 untuk mencari alat bukti pada kasus tersebut.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengingatkan agar pihak-pihak terkait bersikap kooperatif selama proses penggeledahan. Ia menegaskan, penggeledahan merupakan bagian dari penyidikan untuk mencari petunjuk dan bukti yang dibutuhkan penyidik dalam mengungkap perkara ini.
“Jangan sampai ada pihak-pihak yang tidak kooperatif maupun ada upaya untuk penghilangan barang bukti,” ujar Budi.
Penggeledahan sehari sebelumnya, pada 13 Agustus 2025, KPK menggeledah dua lokasi untuk mencari barang bukti kasus ini. Lokasi pertama adalah rumah pihak terkait di Depok.
“Dan diamankan 1 unit kendaraan roda empat serta beberapa aset,” ucap Budi.
Lokasi kedua adalah kantor Kemenag, di mana tim penyidik mengamankan barang bukti berupa dokumen dan barang bukti elektronik (BBE).
“Tim mengamankan barang bukti berupa dokumen dan BBE,” kata Budi.
Budi juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pihak Kemenag yang bersikap kooperatif selama proses penggeledahan. Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan berdasarkan surat perintah penyidikan umum tanpa tersangka pada 8 Agustus 2025. Potensi kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp1 triliun.
Sebagai bagian dari penyidikan, KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025 hingga 11 Februari 2026 sebagai bentuk ketegasan pemerintah dan KPK membersihkan birokrasi dari praktik korupsi. Masa pencegahan tersebut dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan. Ketiga orang itu adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), mantan Staf Khusus Menteri Agama Bidang Ukhuwah Islamiyah, Hubungan Organisasi Kemasyarakatan dan Sosial Keagamaan, serta Moderasi Beragama Ishfah Abidal Aziz (IAA), dan pengusaha travel FHM.
Dalam konstruksi perkara, berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani Yaqut pada 15 Januari 2024, pembagian kuota tambahan haji sebanyak 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi dibagi rata: 50 persen untuk kuota haji khusus dan 50 persen untuk kuota haji reguler di Indonesia.
Secara rinci, kuota tambahan haji khusus sebanyak 10.000 terdiri dari 9.222 untuk jemaah dan 778 untuk petugas haji khusus. Sementara kuota tambahan haji reguler sebanyak 10.000 orang dibagikan ke 34 provinsi. Provinsi penerima kuota terbanyak adalah Jawa Timur (2.118 orang), Jawa Tengah (1.682 orang), dan Jawa Barat (1.478 orang). Provinsi lainnya menerima antara puluhan hingga ratusan kuota.
Pembagian ini diduga melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang mengatur porsi kuota haji khusus maksimal 8 persen dan kuota haji reguler sebesar 92 persen, bukan pembagian 50:50.
Dengan komitmen bersama antara pemerintah, penegak hukum, dunia usaha, dan masyarakat, Indonesia diharapkan mampu menciptakan ekosistem pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas dari korupsi. Pemberantasan korupsi bukan sekadar program, tetapi sebuah gerakan nasional yang harus dijalankan secara berkelanjutan demi kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.