Oleh: Agus Soepomo
Pemerintah kembali menunjukkan keseriusan dalam memerangi praktik judi daring yang selama ini merongrong sendi sosial dan ekonomi bangsa. Melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), langkah penindakan kini difokuskan pada pemutusan aliran dana yang menjadi urat nadi kegiatan ilegal tersebut. Bukan hanya rekening bank dormant yang menjadi target, tetapi juga dompet digital (e-wallet) yang terbukti aktif dipakai menampung atau menyalurkan dana hasil judi daring.
Langkah ini mendapat dukungan penuh dari kalangan ekonomi. Seorang Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Firman Hidayat menilai bahwa judi daring tidak sekadar masalah moral, tetapi juga ancaman serius bagi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kajian lembaganya, pada 2024 praktik ini telah menggerus 0,3 persen laju pertumbuhan ekonomi. Jika tidak ada judi daring, pertumbuhan yang tercatat sebesar 5 persen bisa saja mencapai 5,3 persen. Angka ini, meski terlihat kecil, dinilai sangat berarti bagi upaya pemerintah dalam mengejar target pembangunan.
DEN menyoroti hilangnya efek pengganda (multiplier effect) akibat dana masyarakat tersedot ke kegiatan ilegal ini. Uang yang seharusnya berputar di sektor konsumsi dan investasi justru mengalir keluar negeri, sehingga tidak memberi manfaat apa pun bagi ekonomi nasional. Lembaga ini memperkirakan sekitar 70 persen dana judi daring keluar dari Indonesia. Fenomena serupa juga tercatat di negara lain seperti Hong Kong dan Afrika Selatan, yang mengalami kerugian pajak hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.
Selain kerugian ekonomi, dampak sosial dari judi daring juga patut diwaspadai. Executive Director Katadata Insight Center (KIC) Fakhridho Susilo melalui Riset KIC menunjukkan bahwa mayoritas pemain judi daring berasal dari kelompok menengah ke bawah dengan penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan. Kondisi ini membuat dampaknya semakin berat, mulai dari perceraian, penurunan produktivitas, hingga gangguan kesehatan mental. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 bahkan mencatat peningkatan kasus perceraian akibat judi, baik daring maupun luring, sebesar 83,8 persen dibanding tahun sebelumnya.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTAK), Ivan Yustiavandana memaparkan bahwa modus yang paling sering ditemukan adalah penyalahgunaan rekening dormant dan praktik jual beli rekening. Lembaganya telah mengidentifikasi 1,5 juta rekening terkait tindak pidana, termasuk 150 ribu rekening nominee yang tidak digunakan oleh pemilik aslinya. Lebih dari 50 ribu rekening dormant yang sebelumnya tidak aktif tiba-tiba dihidupkan kembali untuk menampung dana ilegal.
Kebijakan penghentian sementara terhadap rekening dormant berisiko telah diterapkan, dan terbukti efektif. Sepanjang Semester I 2025, nilai transaksi judi daring tercatat Rp99,68 triliun, turun 72 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Jumlah transaksinya juga berkurang 17 persen menjadi 174,9 juta kali. PPATK memastikan bahwa setiap pembekuan dilakukan berdasarkan kajian mendalam dan dana nasabah tetap aman. Mekanisme pencabutan status penghentian sementara pun diatur berdasarkan tiga kategori risiko, dan dilakukan bekerja sama dengan perbankan sesuai prosedur.
Dukungan terhadap langkah PPATK datang dari kalangan perbankan. Ketua Perhimpunan Bank Nasional menegaskan bahwa lembaga keuangan memiliki kewajiban untuk menjalankan prinsip Anti Pencucian Uang (APU), Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPPSPM). Rekening dormant, menurutnya, harus diawasi ketat, termasuk pembatasan atau penutupan bila terbukti disalahgunakan.
Tidak hanya bank, pemerintah juga menyasar jalur transaksi digital. PPATK mencatat, pada Semester I 2025 nilai deposit judi daring melalui e-wallet mencapai Rp1,6 triliun dengan total 12,6 juta kali transaksi. Pemblokiran, tegas Kepala PPATK, hanya akan dilakukan pada e-wallet yang aktif digunakan untuk kegiatan ilegal, sehingga masyarakat yang menggunakan e-wallet secara wajar tidak perlu khawatir.
KIC menilai maraknya jual beli rekening menjadi salah satu penyebab suburnya judi daring. Masyarakat yang tergiur keuntungan instan kerap mengabaikan risiko hukum dan keamanan data pribadi. Sindikat pelaku memanfaatkan celah ini untuk memuluskan transaksi lintas platform. Oleh karena itu, edukasi publik menjadi bagian penting dari strategi pemberantasan.
Langkah pemerintah ini sejatinya merupakan upaya membangun benteng ganda: melindungi masyarakat dari kerugian pribadi dan melindungi negara dari kerugian ekonomi. Anggota DEN mengingatkan bahwa demi mencapai visi Indonesia Emas 2045, bangsa ini harus terbebas dari masalah sosial dan mental yang disebabkan oleh judi daring. Ia menegaskan bahwa gangguan mental akibat kecanduan judi bahkan bisa berujung pada tindakan fatal seperti bunuh diri, sehingga pencegahan menjadi prioritas mutlak.
Dari perspektif kebijakan publik, strategi memutus aliran dana judi daring memiliki logika yang jelas. Judi daring tumbuh karena ada kemudahan akses pembayaran dan penerimaan dana. Dengan mengunci pintu masuk dan keluar uang, pemerintah tidak hanya menghambat operasional pelaku, tetapi juga mengurangi daya tarik bagi pemain baru.
Namun, penindakan saja tidak cukup. Pemerintah juga perlu memastikan tersedianya alternatif positif bagi masyarakat, terutama kelompok rentan yang menjadi target empuk sindikat. Program literasi keuangan, peningkatan lapangan kerja, dan penguatan ekonomi keluarga menjadi bagian dari solusi jangka panjang.
Pada akhirnya, perang melawan judi daring adalah perang melawan kerusakan sosial dan kebocoran ekonomi. Pemerintah telah menegaskan keberpihakan kepada rakyat dengan langkah tegas memutus perputaran dana ilegal. Dukungan dari sektor keuangan, lembaga riset, dan masyarakat akan menjadi penentu keberhasilan misi ini. Jika upaya ini konsisten dijalankan, bukan mustahil Indonesia bisa keluar dari jerat judi daring dan melangkah lebih mantap menuju cita-cita Indonesia Emas 2045.
Konsultan Kebijakan Ekonomi – Forum Ekonomi Rakyat