Surabaya – Pemerintah menegaskan pentingnya menjaga kehormatan simbol negara, khususnya Bendera Merah Putih, di tengah maraknya fenomena pengibaran bendera bajak laut dari serial anime One Piece pada bulan kemerdekaan. Fenomena ini terlihat di sejumlah wilayah, termasuk di Surabaya, di mana bendera tersebut dikibarkan di bawah Merah Putih atau bahkan dijadikan mural di badan jalan.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengimbau masyarakat untuk menghormati bulan Agustus sebagai momen sakral kemerdekaan dengan mengibarkan Bendera Merah Putih secara benar dan tertib.
“Merah Putih harga mati. Jadi saya minta tolong hormati bulan kemerdekaan. Yang dikibarkan adalah Bendera Merah Putih,” tegas Khofifah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jawa Timur.
Khofifah menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mengeluarkan surat edaran agar masyarakat mengibarkan Merah Putih sepanjang Agustus. Selain itu, Pemprov juga membagikan bendera secara gratis kepada warga yang membutuhkan.
“Langkah ini diambil untuk memastikan setiap sudut wilayah tetap menampilkan simbol negara yang sah dan berdaulat,” ucapnya.
Senada dengan itu, Sekretaris Fraksi PKS MPR RI, Johan Rosihan, menilai fenomena ini menyentuh wilayah sensitif dalam kesadaran berbangsa. Menurutnya, masalah utamanya bukan kecintaan pada budaya pop, tetapi bagaimana simbol-simbol tersebut digunakan.
“Seolah menyandingkan atau bahkan menggantikan simbol negara. Tindakan ini, disengaja atau tidak, telah menyentuh wilayah sensitif dalam kesadaran berbangsa,” ujarnya.
Johan menegaskan bahwa Bendera Merah Putih bukan sekadar kain berwarna, melainkan simbol kedaulatan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UUD NRI 1945 dan UU No. 24 Tahun 2009. Simbol negara ini tidak boleh diperlakukan sembarangan, apalagi digantikan di ruang publik.
“Perlakuan terhadap bendera negara adalah bagian dari penghormatan terhadap kedaulatan dan martabat bangsa,” tuturnya.
Ia juga mengingatkan bahwa mengibarkan bendera fiksi sebagai pengganti Merah Putih tidak hanya melanggar etika kebangsaan, tetapi juga berpotensi melanggar hukum.
“Negara harus tegas menegakkan aturan agar fenomena ini tidak menjadi tren yang merusak nilai simbolik negara,” jelasnya.
Meski demikian, Johan menekankan bahwa budaya global bukan untuk dimusuhi. Namun, ketika budaya pop mulai menggantikan simbol kebangsaan, Indonesia menghadapi risiko krisis identitas.
“Disinilah pentingnya revitalisasi narasi kebangsaan. Merah Putih harus hadir bukan hanya di dinding kelas, tetapi juga dalam budaya digital yang dikonsumsi generasi muda,” pungkasnya.